Seputarkita.id ~ Khubaib bin Adi bin Malik bin Amir bin Ujda'ah bin Jahjabi al-Anshari al-Ausi adalah seorang ahli ibadah yang zuhud, la menghiasi waktu malam dengan shalat Tahajjud dan siangnya dengan puasa. Lisannya tak pernah alpa dari mengagungkan nama Allah Swt. Di samping itu, la adalah seorang prajurit tangguh dan pejuang pemberani. la tak pernah melewatkan setiap panggilan jihad. Bahkan, ia selalu berusaha menjadi prajurit terdepan.
Sumber : Youtube |
Khubaib berasal dari kabilah Aus, salah satu suku dari masyarakat yang kemudian dikenal dengan nama Anshar. Sejak Rasulullah saw hijrah ke Madinah, ia selalu berusaha mendekatinya. Pertemuannya dengan Rasulullah saw telah menghidupkan cahaya Islam yang tumbuh di taman hatinya.
A. Pembunuh Pembesar Quraisy
Sewaktu bendera Perang Badar dikibarkan, Khubaib menjadi seorang prajurit berani mati dan pejuang gagah perkasa. Dalam medan perang, ia berhasil membunuh seorang pemimpin Quraisy, Al-Harits bin Amir bin Naufal.
Usai berperang dan kalah melawan tentara Islam, pasukan Quraisy kembali ke Makkah. Anak-anak Harist bin Amir bin Naufal mencari tahu orang yang telah membunuh ayahnya. Setelah tahu orang yang membunuh ayahnya adalah Khubaib, mereka ingin membalas dendam.
Lain halnya dengan orang Islam, usai mengalahkan pasukan Quraisy, mereka kembali ke Madinah. Rasulullah Saw dan sahabat meneruskan pembinaan di negeri ini. Sementara, Khubaib menghabiskan waktunya untuk ber ibadah kepada Allah Swt.
Orang-orang Quraisy sangat geram dan marah kepada kaum muslimin atas kekalahan besar pada Perang Badar. Apalagi, para pembesar mereka terbunuh.
Semangat balas dendam berkobar dalam diri orang-orang Quraisy, Bahkan, mereka melarang menangisi kematian kepada keluarga korban Perang Badar. Mereka melakukan itu agar kaum Muslimin tidak mengetahui betapa dalamnya kesedihan dan dendam yang ada di dada.
Orang-orang Quraisy sepakat untuk tidak terlalu cepat menebus keluarga yang tertawan. Tujuannya sama, yakni mengelabui kaum muslimin, seolah-olah mereka tidak rugi dan tidak sedih dengan kekalahan di perang Badar. Di samping itu mereka juga membakar rasa dendam yang ada.
Kaum Quraisy berangkat ke Perang Uhud untuk membahas kekalahan yang masih terasa memilukan Kali ini, mereka berangkat bersama sekutu yang berasal dari beberapa kabilah Arab. Mereka dikomando oleh Abu Sufyan bin Harb.
Dalam peperangan ini, Khubaib menjadi bagian prajurit kaum muslimin. Saat peperangan berkecamuk, ia memperlihatkan kelincahan bermain pedang kepada musuh-musuh Allah Swt. Jalan peperangan seakan mengikuti keinginannya. Di depannya, tak ada pasukan musyrik yang selamat.
B. Perintah Rasulullah Saw
Setelah Perang Uhud, kaum musyrikin semakin berani mencari-cari kesempatan untuk menaklukkan kaum muslimin. Tapi, Rasulullah Saw sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Dalam rangka mengetahul rencana dan taktik kaum kafir Quraisy, beliau memilih sepuluh orang sahabat untuk memata-matainya. Salah satu dari mereka adalah Khubaib.
Kesepuluh orang ini berangkat dari Madinah untuk menunaikan misi yang telah ditugaskan. Ketika sampai di daerah antara Usfan dan Makkah, berita kedatangan mereka di ketahui oleh suku Lihyan. Kemudian, suku ini mengirimkan seratus orang pemanah jitu untuk menangkap utusan Rasulullah Saw.
Para pemanah mengintai kaum muslimin dari jauh dan mengikuti jejaknya. Para pengintai semakin mendekat. Setelah mengetahui keberadaan kaum muslimin, para pemanah mengepung dan meminta menyerahkan diri. Jika kaum muslimin menyerahkan diri, para pemanah berjanji tidak akan membunuh satu pun dari rombongan.
Sahabat-sahabat Rasulullah Saw saling berpandangan. Mereka menunggu sikap dan perintah ketua rombongan, Ashim bin Tsabit. Ashim kemudian teringat dengan sumpahnya, tidak akan menyentuh dan disentuh orang musyrik sampai ajal menjemput. la kemudian berkata kepada para sahabatnya, "Aku tidak akan tunduk pada kemauan orang kafir. Ya Allah, beritahulah nabi-Mu, apa yang sedang menimpa kami?"
Para sahabat berdiri di belakang Ashim laksana singa enggan dikalahkan oleh orang-orang kafir yang ada di depannya.
Para pemanah suku Lihyan mulai menyerang kaum muslimin. Ashim dan tujuh orang sahabatnya syahid. Sementara, tiga orang selamat. Ketiganya adalah Khubaib bin Adi. Zaid bin Dutstsanah dan Abdullah bin Thariq.
Orang-orang kafir itu pun kembali menawarkan hal serupa kepada tiga muslim yang masih hidup. Jika ketiganya turun dan menyerah mereka tidak akan dibunuh. Akhirnya, Khubaib dan kedua sahabatnya turun. Lalu, kawanan musuh itu membuka tali panah dan mengikat ketiganya. Mereka membawa ketiganya ke Makkah untuk dijual.
Tatkala sampai di Zhahiran, Abdullah bin Thariq berhasil melepas tali pengikat tangannya. la pun menyerang suku Lihyan dengan sekuat tenaga. Perang yang tak berimbang akhirnya terjadi. Abdullah bin Thariq syahid dalam peristiwa ini. Kemudian, mereka menguburkannya di tempat itu juga.
Khubaib dan Zaid berusaha memutus tali pengikat tangan mereka, namun sia-sia. Para pemanah musyrikin itu melanjutkan perjalanan ke Makkah, tempat menjual kedua sahabat Rasulullah Saw ini.
Para pemanah menjual kedunya kepada kaum Quraisy untuk menebus dua orang Hudzail yang mereka tawan. Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umaiyah untuk dibunuh. Khubaib dibeli anak-anak Harits bin Amir bin Naufal dengan tujuan yang sama, untuk dibunuh. Khubaib adalah orang yang telah membunuh bapak mereka di Perang Badar.
Anak-anak Harits tidak bisa melupakan peristiwa yang menimpa bapaknya. Kebencian dan rasa dendam terus membara dalam dada. Dalam rangka meredakan dendam itu, mereka membeli Khubaib untuk disiksa dan dibunuh. Mereka berhasil membelinya setelah memenangkan persaingan harta dengan kaum Quraisy lainnya.
Bukan hanya keluarga Harits yang menginginkan darah Khubaib, tapi keluarga yang lain pun banyak yang menaruh dendam padanya. Hal ini terjadi karena Khubaib teiah membunuh anggota keluarga kaum kafir Quraisy. Setelah proses jual beli selesai, orang orang kafir Quraisy membuat kesepakatan agar Khubaib dan Zaid di jaga sampai saat yang ditentukan. Keduanya disiksa untuk memuaskan hati busuk dan kedengkian kaum kafir Quraisy.
C. Tawanan Terbaik
Semenjak ditawan oleh anak-anak Harits, Khubaib terus mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Setiap kali keluarga Harits melihat, la selalu dalam keadaan shalat atau membaca al-Quran. Anak perempuan Harits sering menangis karena haru mendengar lantunan ayat sucinya.
Kesibukan beribadah seakan membuat Khubaib lupa terhadap peristiwa yang sedang menimpanya, la seperti tidak merasakan penderitaan sedikit pun. la merupakan seorang insan Rabbani. Ruhnya melayang, mampu menikmati bermacam-macam siksaan yang menimpa jasad. nya. Siksaan sama sekali tidak dapat menggoyahkan iman Khubaib. Sebaliknya, siksaan justru semakin menambah kokoh imannya.
Saat kaum musyrikin akan menjalankan eksekusi, Khubaib meminjam pisau cukur kepada salah seorang anak perempuan Harits. Anak itu pun meminjamkannya. Di saat yang sama, anak perempuan Harits lengah terhadap salah seorang anaknya yang masih kecil. Anak tersebut mendatangi Khubaib di ruang tawanan. Khubaib mendudukkannya di atas paha sambil menepuk-nepuk punggungnya dengan penuh kasih sayang.
Anak perempuan Harits terkejut ketika anaknya tidak berada di sampingnya. Dengan dihantui rasa khawatir ia mencarinya Sang ibu terperanjat ketika matanya tertuju pada pisau yang ada di tangan Khubaib. Anak tersebut berada di tempat Khubaib dan duduk di atas pahanya, la takut Khubaib akan membunuh anaknya sebagai balasan atas penganiayaan yang selama ini menimpanya.
Kekagetan itu tidak berlangsung lama karena anaknya duduk manja di atas pangkuan Khubaib. la laksana seorang anak bermanja-manja kepada orang tuanya. Khubaib berkata kepada anak perempuan Harits dengan lembut. "Apakah kamu takut aku akan membunuhnya? Aku tidak akan melakukan hal itu, insya Allah."
Anak perempuan Harits itu pun berkomentar pelan, "Demi Allah aku tidak pernah melihat tawanan yang lebih baik dari Khubaib."
D. Shalat Sunnah sebelum Hukuman Mati
Datanglah hari yang ditetapkan, orang-orang musyrik membawa Khubaib ke tempat eksekusi di Tan'im. Kaum Quraisy berbondong-bondong untuk menyaksikan Sebelum pelaksanaan, mereka berusaha menggoyahkan iman Khubaib. Jika ia mendustakan Rasulullah Saw dan Tuhannya, mereka berjanji akan melepaskan. Namun, usaha ini sia-sia.
Tatkala keputusasaan sudah menyelinap di hati kaum musyrikin, mereka menggiring Khubaib ke tempat tiang salib. Sesampainya di Tan'im, Khubaib meminta izin untuk shalat dua rakaat. Mereka pun mengizinkan.
Kaum kafir Quraisy mengira Khubaib akan berubah pikiran, meninggalkan agama barunya, dan mengumumkan bahwa dirinya tidak percaya kepada Allah Swt, Rasulullah Saw dan agama yang baru dianutnya.
Khubaib pun shalat dua rakaat sebagaimana yang dikatakannya. la menyempurnakan dan membaguskan shalat. Manisnya keimanan mengalir di hatinya. Khubaib berkata kepada orang-orang yang sudah siap membunuhnya. "Kalaulah bukan karena khawatir kalian beranggapan aku memanjangkan shalat karena menangisi kematian ini tentulah aku akan memanjangkannya."
E. Pahlawan di Palang Salib
Tatkala Khubaib akan diangkat ke tiang salib, ia mengangkat kedua tangan seraya berdoa. "Ya Allah, hitunglah jumlah mereka, bunuhiah mereka satu per satu dan jangan sisakan satu pun dari mereka."
Orang-orang kafir mengangkat Khubaib ke atas salib yang sudah disediakan. Mereka mengikatnya dengan kuat. Khubaib menghadap ke arah kiblat. la tenang, tidak mengeluh sedikit pun. Dengan khusyuk, ia berucap, "Segala puji bagi Allah yang telah mengarahkan wajahku ke kampung Rasulullah dan kiblat yang ia tetapkan untuk orang-orang beriman. Ya Allah, kami sudah menjalankan misi yang ditugaskan nabi-Mu, Ya Allah, sampaikanlah salamku kepadanya dan beritahukanlah kepadanya terhadap apa yang telah mereka perbuat terhadap kami."
Orang-orang kafir mengerumuni salib tempat Khubaib digantung. Mereka mencaci-maki muslim yang teraniaya ini.
Saat penyiksaan berlangsung orang-orang kafir bertanya padanya, "Apakah kamu mau Muhammad yang menggantikan posisimu di sini, dan kamu berada di sisi keluargamu dalam keadaan selamat?"
Khubaib marah mendengar pertanyaan ini. la menjawab dengan suara lantang, "Demi Allah Yang Maha Agung, aku tidak mau hidup tenteram di tengah anak dan istriku sementara di tempat lain, Rasulullah Saw sedang tertusuk duri."
Satu per satu anak panah orang-orang kafir mulai menusuk badan Khubaib. Pedang pedang mereka pun sudah bergerak mencabik-cabik daging tubuhnya. Akhirnya, Abu Maisarah al-'Abdari mengambil tombak dan memberikan kepada Abu Sarwa'ah, anak Harits yang masih kecil. Anak ini mengambil tombak yang diberikan dan membunuh Khubaib. Sahabat Rasulullah Saw ini pun akhirnya bertemu dengan ajalnya.
wajah Orang-orang Quraisy berusaha menjauhkan Khubaib dari arah kiblat namun tidak bisa. Berulang kali, usaha tersebut mereka lakukan namun selalu gagal. Mereka tak bisa memutar wajah sahabat Rasulullah Saw ini. Akhirnya mereka putus asa dan meninggalkan lokasi pembunuhan tanpa bisa melepas rasa dengki dan kebencian kepada kaum muslimin.
Sumber
- Fuad Abdul Rahman, Kisah Menakjubkan Para Syuhada (Bandung: Mizan, 2010), hlm. 60
- Yusuf Qardhawi, Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut al-Qur'an dan Sunnah (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010), hlm. 201.
- Said Ramadhan al-Buthi, Fikih Sirah, Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah Hidup Rasulullah Saw. (Jakarta: PT Mizan Republika, 2010), hlm. 314.
- AF Rozi, Hikayat Syahid Paling Wangi (Jogjakarta: Sabil, 2014), hlm. 50-60