Sumber : seputarkita.id |
Umair bin Abi Waqqash adalah pemuda tampan dan gagah berani. la mempunyai semangat besar dalam menggapai surga. la merupakan saudara kandung Sa'ad bin Abi Waqqash. Ibnu Hisyam menyatakan, nama asli Umair adalah Umair bin Abu Waqqash bin Uhaib bin Abdul Manaf bin Zuhrah. la berasal dari Bani Zuhrah bin Kilab.
Umair dan kakaknya, Sa'ad bin Abi Waqqash, memeluk agama Islam saat masih usia remaja. Keduanya tidak terhalang usia dalam memperkokoh keimanan dan keislaman. Bahkan, ajaran yang disampaikan Rasulullah Saw, menjadi sangat lekat dalam pikirannya. Perkataan beliau menjadikan keduanya sebagai muslim sejati.
Umair ikut hijrah ke Madinah ketika berusia belasan tahun. Begitu juga saat Perang Badar, usianya masih muda. Ketika kaum muslimin bersiap-siap menuju Perang Badar dan Rasulullah Saw memeriksa pasukan kaum muslimin, beliau memulangkan sahabat yang lemah dan tidak mempunyai keahlian bela diri. la merupakan salah satu sahabat yang diperintahkan pulang karena usianya masih muda dengan tubuh kecil
Baca Juga : Kisah Islami | Auf bin Harits al-Afra
Umair merengek agar Rasulullah Saw mengizinkan dirinya ikut serta dalam Perang Badar. Melihat hal ini beliau pun terketuk hati dan mengizinkan berperang melawan tentara Quraisy.
Lantas Umair pun tertawa kegirangan. Dengan sigap, ia mengambil sebilah pedang untuk melawan musuh musuh Allah Swt. Setelah itu, ia berlindung agar tidak terlihat oleh Rasulullah Saw.
Sa'ad bin Abi Waqqash bercerita, "Saya melihat adik saya, Umair bin Abi Waqqash, berlindung sebelum Rasulullah Saw memeriksa kami pada Perang Badar". Saya bertanya kepadanya, "Ada apa denganmu, wahai saudaraku?" Umair menjawab, "Saya takut dilihat oleh Rasulullah Saw, beliau menganggap saya masih kecil dan akhirnya nanti beliau menolak saya (lagi). Sedangkan, saya benar-benar ingin pergi jihad, semoga Allah memberikan syahid kepada saya."
Ketika terjadi pertempuran di Badar, Umair berusaha sekuat tenaga memperjuangkan agama Islam. la siap membunuh siapa pun yang ada di depannya. Meskipun mempunyai semangat membara, ia belum mengetahui ilmu peperangan. Karenanya, musuh dengan mudah menjatuhkannya. Akhirnya, ia syahid di tangan tentara Quraisy.
Sumber
- AF Rozi, Hikayat Syahid Paling Wangi (Jogjakarta: Sabil, 2014), hlm. 47-49