Abdullah bin Zubair merupakan putra Zubair bin Awwam. Ibunya bernama Asma binti Abu Bakar, la merupakan keponakan dari istri pertama Rasulullah Saw, Khadijah.
Dalam keterangan sebuah riwayat, Asma binti Abu Bakar melahirkan Zubair di Quba saat perjalanan hijrah ke Madinah. la merupakan muslim pertama yang lahir dalam masyarakat Islam dan hidup sampai umur 73 tahun. Dalam riwayat yang lain, Imam Bukhari menyatakan bahwa Rasulullah Saw mendoakan bayi ini saat kelahirannya.
Saat Rasulullah Saw masih hidup, Abdullah termasuk orang termuda yang membela agama Allah Swt. la turut secara aktif dalam berbagai peperangan. la mengikuti Perang Badar dan Uhud. Dalam menjalani Perang Uhud. la merupakan salah seorang sahabat yang turut serta melindungi Rasulullah Saw ketika kaum muslimin kalah dan melarikan diri.
Umar bin Khathab pernah meramalkan bahwa pada suatu hari, Abdullah bin Zubair akan menjadi orang yang hebat. Cerita ini bermula ketika Umar sedang berjalan-jalan di kota Madinah. Ketika itu, banyak anak kecil yang sedang bermain di jalan. Saat melihat Umar, mereka lari tunggang langgang meninggalkan jalanan tersebut. Ada satu anak yang tidak lari Umar lalu mendekati anak tersebut dan bertanya, "Hai anak, kenapa kau tidak ikut lari bersama mereka?" Anak kecil itu menjawab, "Kenapa aku harus lari, sedang aku tidak bersalah padamu ya Amirul mukminin." Umar lalu menepuk-nepuk pundak anak itu dan berkata, "Sungguh, suatu saat nanti, engkau akan menjadi seorang yang besar"
Abdullah mengikuti berbagai peperangan tidak hanya pada masa Rasulullah Saw masih hidup saja. Pada masa Khulafaur Rasyidin, ia pun mengikuti berbagai peperangan untuk menegakkan agama Islam. la merupakan salah seorang sahabat yang mempunyai andil besar dalam sejarah Islam.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Abdullah ditunjuk sebagai anggota panitia yang menyusun al Qur'an. Masa Khalifah Ali bin Thalib, ia bersatu dengan Aisyah untuk menuntut penyelesaian kasus pembunuhan Utsman bin Affan, yang akhirnya berakhir dengan Perang Unta (Waqiah al-Jamal)
A. Peminum Darah Rasulullah Saw
Pada suatu ketika, Rasulullah Saw, berbekam. Setelah selesai, beliau memanggil Abdullah untuk membuang dan menguburkan darah tersebut. la tidak membuangnya melainkan meminumnya. Beberapa saat Rasulullah Saw bertanya, "Wahal Abdullah, di mana engkau menaruh darahku"
Abdullah menjawab, "Aku kuburkan di tempat yang paling tersembunyi ya Rasulullah."
Rasulullah Saw tersenyum dan berkata, "Orang yang di dalamnya mengalir darahku maka ia tidak akan disentuh api neraka." (Referensi : Sahabat Meminum Darah Rasulallah - Buya Yahya Menjawab). Sesaat kemudian, beliau merenung seperti menerawang sesuatu dan berkata, "Tetapi, bagaimanapun engkau akan membunuh orang, atau orang itu yang akan membunuhmu."
Ucapan Rasulullah Saw tersebut semacam ramalan akhir kehidupan Abdullah, Bahkan, saat kelahirannya, beliau pernah mengibaratkan bahwa ia seperti seekor domba yang dikelilingi harimau berbulu domba.
B. Tidak Mengakui Khalifah
Setelah Rasulullah Saw wafat, Islam dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin. Dan setelahnya, Islam dipimpin oleh Khalifah Mu'awiyah dan keluarga. Pada masa Khulafaur Rasyidin. Abdullah terkenal dengan kepatuhannya terhadap pemerintahan Islam. Meskipun demikian, ia tidak mengakui kekhalifahan Yazid bin Mu'awiyah. Ia merasa bahwa Yazid bin Mu'awiyah tidak berhak untuk menjadi khalifah.
Sebagai orang yang membangkang terhadap pemerintah, Abdullah mempunyai banyak musuh. Meskipun demikian, ia tetap memegang teguh pendiriannya. Bahkan, ia berkata, "Sampai kapan pun dan bagaimanapun aku tidak akan mengakui kekhalifahan pemabuk itu."
Abdullah bin Zubair menolak pemerintahan Yazid bin Mu'awiyah bukan tanpa alasan. Dalam syairnya, la menyatakan, Terhadap hal yang batil, tidak ada tempat yang pantas bagiku, kecuali jika geraham bisa mengunyah batu menjadi lembut."
Kebatilan yang diungkapkan Abdullah merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan. Kenyataan ini terbukti ketika Yazid melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan perintah Islam. la menjadi pemimpin bukan untuk menyejahterakan rakyat melainkan memuaskan nafsu diri. Selain itu Yazid merupakan dalang dari pembunuhan Husain bin Ali bin Abi Thalib saat Perang Karbala.
C Hidup Bersama Husain bin Ali
Penolakan terhadap pemerintahan Yazid membuat nyawa Abdullah terancam. Oleh karenanya, la hijrah ke Makkah bersama Husain bin Ali yang sependapat dengannya. Selain itu, ia ingin lebih mendekatkan diri ke pada Allah Swt dengan cara beribadah dan meninggalkan politik yang kelam.
Meskipun Abdullah berhijrah, banyak mata-mata yang dikirimkan Yazid untuk mengawasi gerak-geriknya. Yazid merupakan pemimpin bagi orang-orang di sekitarnya namun tidak memiliki hati yang tulus untuk menegakkan kebenaran. Kenyataan inilah yang digambarkan Rasulullah Saw. "Ia laksana domba di antara harimau yang berbulu domba."
D. Wafatnya Sang Khalifah
Setelah peristiwa Karbala, penduduk Madinah yang sebagian besar merupakan kaum Anshar mulai melakukan penolakan terhadap pemerintahan Yazid. Karenanya, ia mengirimkan bala tentara untuk membunuh semua orang yang berlawanan dengannya. Tidak hanya di Madinah, ia juga menyatakan perang terhadap Abdullah bin Zubair di Makkah.
Ketika perang sedang berkecamuk, terdengar käbar bahwa Yazid gugur dalam peperangan di Syam. Setelah itu, sebagian umat Islam membaiat Abdullah sebagai khalifah menggantikan Yazid. Berbeda dengan kalangan Bani Umaiyah, mereka mengangkat putra Yazid, Mu'awiyah bin Yazid, sebagai khalifah.
Pemerintahan Mu'awiyah berlangsung beberapa waktu. Saat itu, tidak ada pertempuran antara Abdullah dengannya. Mu'awiyah dikenal sebagai orang yang ahli ibadah dan mengedepankan perdamaian. Tak berapa lama menjadi khalifah, Muawiyah wafat Marwan bin Hakam mengangkat dirinya sebagai penerus Bani Umaiyah. la menunjuk putranya. Abdul Malik untuk meneruskan pemerintahan
Saat berkuasa. Abdul Malik ingin meneruskan perjuangan kakeknya, memerangi Abdullah yang pernah menantang pemerintahan Bani Umaiyah. Di bawah ke pemimpinan Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, la membentuk pasukan besar berjumlah 40.000 orang. Pasukan ini melakukan pengepungan di Makkah selama berbulan-bulan. Akibat pengepungan ini, sebagian besar anggota pasukan Abdullah menyerah atau membelot ke pasukan Hajjaj. Mereka kekurangan makanan. Selain itu, ada juga yang berkhianat karena tergiur dengan berbagai tawaran kenikmatan duniawi yang ditawarkan oleh Hajjaj.
Dengan berbagai kecurangan yang dilakukan oleh Hajjaj, pengikut Abdullah semakin sedikit. Namun, yang dikhawatirkannya bukanlah kekuasaan, melainkan keselamatan para pengikutnya. Atas dasar inilah, ia meminta kaum muslimin untuk meninggalkan dirinya. Para pembela Abdullah tidak mau melakukan, bahkan siap mempertaruhkan nyawa demi menjunjung tinggi kebenaran.
Saat itu, Abdullah merasa kebingungan. la pun menemui ibunya yang sudah berusia 97 tahun dan buta untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi. Abdullah menceritakan situasi yang sedang dihadapi dan berbagai kemungkinan yang terjadi pada pasukan yang dipimpinnya.
Asma' merupakan wanita yang hebat. Atas permasalahan putranya, ia menyatakan bahwa tidak sepatutnya seseorang memilih dan melakukan sesuatu, kecuali di atas jalan kebenaran. Tidak ada kamus menyerah dan mundur dari perjuangan hanya karena terlalu kuatnya musuh Terlebih lagi, karena terpikat oleh tawaran kenikmatan duniawi.
Abdullah berkata kepada ibunya, "Wahai ibu, saya juga meyakini seperti itu. Hanya saja, saya khawatir orang-orang Syam itu akan menyalib dan menyayat tubuhku setelah membunuhku."
Sebenarnya. Abdullah mengkhawatirkan perasaan ibunya, jasadnya diperlakukan dengan sangat biadab seperti yang telah sering mereka lakukan, seperti peristiwa Karbala dan Harrah. Apalagi, pemimpin pasukan Syam Hajaj bin Yusuf ats-Tsaqafi terkenal sebagai orang yang sangat kejam. Walaupun ia memeluk agama islam, akhlak- nya sangat jauh dari akhlak islami.
Abdullah memperoleh jawaban yang sangat luar biasa dari ibunya, yaitu perkataan. "Wahai anakku, sesungguhnya. kambing itu tidak merasakan sakit walau dikuliti setelah disembelih Teruskan langkahmu dan mintalah pertolongan kepada Allah"
Asma' ingin memeluk putranya terakhir kali namun tidak jadi. Tangannya menyentuh baju besi yang dipakai Abdullah. la pun berkata, "Apa-apaan ini Abdullah? Orang yang memakai ini (baju besi) hanyalah mereka yang tidak menginginkan apa yang sebenarnya engkau inginkan (kesyahidan)."
Abdullah segera melepas baju besi tersebut kemudian berpelukan dengan ibunya. Asma mengucapkan beberapa patah doa sebagai pengiring dan penyemangat anaknya terakhir kali.
Setelah berpelukan dengan ibunya, Abdullah beranjak menuju sisa pasukan yang setia mendampinginya. la pun menyerang pasukan Hajjaj dan terjadi pertempuran tidak seimbang yang akhirnya mengantar Abdullah dan pasukannya menuju gerbang kesyahidan.
Seperti yang telah diperkirakan oleh Abdullah, Hajjaj menyalib dan menyayat tubuhnya yang telah kaku. Namun, semua itu tidaklah menjadikannya tercela, justru menambah kemuliaannya di sisi Allah Swt.