Husain bin Ali bin Abi Thalib lahir pada bulan Sya'ban 14 H. la merupakan salah satu cucu Rasulullah Saw melalui Fatimah az-Zahra. Ketika mendengar kelahiran Husain, Rasulullah Saw datang. Sesampainya di rumah Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, Hai Asma, tolong bawa kemari anakku itu. Asma' pun menghadap dan membawa bayi yang terbungkus kain putih.
Rasulullah Saw begitu bergembira lalu mendekap bayi Husain. Beliau mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Setelah menidurkan cucunya beliau menangis tersedu-sedu.
Mendengar Rasulullah Saw menangis, Asma' pun bertanya, "Demi ayah dan ibuku, siapa yang engkau tangi ya Rasulullah?"
Rasulullah Saw menjawab, "Anakku ini",
"Dia anak zaman," kata Asma'
Rasulullah Saw menjelaskan, "Wahai Asma, ia kelak akan dibunuh oleh sekelompok pembangkang sesudahku, yang syafaatku tidak akan sampai kepada mereka". Kemudian, beliau berkata pula, "Wahai Asma, jangan engkau sampaikan apa yang kukatakan tadi kepada Fatimah, la baru saja melahirkan."
Beberapa saat kemudian, datanglah Ali. Rasulullah Saw pun bertanya, "Engkau beri nama siapa anakku ini?"
"Saya tidak berani mendahului Anda, ya Rasulullah jawab Ali.
Setelah mendengar jawaban Ali, beliau pun berkata, "Berikan nama Husain untuk bayimu ini."
Husain bin Abi Thalib dikenal dengan sebutan Misbahul Huda dan Abu Abdillah. Menurut riwayat yang masyhur ta hidup bersama Rasulullah Saw selama tujuh tahun. Selama itu, beliau yang memberikan makan dan mengajarinya berbagai macam ilmu pengetahuan serta akhlak.
Baca Juga : Kisah Islami, Abdullah bin Zubair
Rasulullah Saw, sangat mencintai cucunya ini. Suatu hari, beliau mendengar Husain sedang menangis. Beliau pun langsung masuk ke rumah Fatimah seraya berkata, "Apakah engkau tidak tahu bahwa tangisan Husain sangat membuatku risau?" Setelah bertanya seperti itu, Rasulullah Saw mencium Husain dan berkata, "Ya Allah, aku sangat mencintai anak ini. Oleh karena itu, cintailah ia."
A. Membantu Khalifah Ali
Semenjak Rasulullah Saw wafat, Husain membantu ayahnya menyelesaikan berbagai masalah selama tiga puluh tahun. Sebagai pengganti Khalifah Utsman bin Affan. Ali bin Abi Thalib berusaha menegakkan kembali keadilan Islam.
Ali mendapat perlawanan yang luar biasa dari para penguasa Bani Umaiyah. Banyak pengikutnya yang berkhianat. Selain itu, sahabat yang setia menemaninya satu per satu wafat. Di sisi yang lain, musuh Ali menggunakan kekayaan dan kekerasan untuk menguasai rakyat. Menjelang akhir Ramadhan 40 H. Ali dibunuh ketika shalat Subuh di tempat ibadahnya.
Baca Juga : Kisah Islami, Hasan bin Ali
Setelah Ali wafat, Husain pun membantu kakaknya Hasan menyebarkan kebenaran Islam. Tahun 50 H. Hasan wafat. Setelah itu, Husain mengadakan penelitian untuk mengatasi segala masalah yang ada dalam agama Islam.
B. Perlawanan terhadap Mu'awiyah
Beberapa tahun setelah Ali wafat. Hasan diangkat menjadi Khalifah, Ketika memimpin umat Islam, ia melihat ketakutan dan kezaliman menyelimuti kaum muslimin. Banyak dari mereka yang dianiaya karena tidak patuh terhadap pemerintah.
Selain itu, Mu'awiyah juga terus menerus memfitnah keluarga Rasulullah Saw, dan menyebarkan keresahan. Setelah berunding dengan saudaranya, Husain, ia memutuskan untuk menghentikan semua derita umat ini melalui perjanjian damai dengan Mu'awiyah.
Setelah melakukan perjanjian damai, Muawiyah pergi menuju Kufah. Sesampainya di sana, ia berkata kepada para masyarakat. "Wahai penduduk Kufah. Apa kalian mengira bahwa aku memerangi kalian agar kalian melakukan shalat, zakat dan haji? Aku tahu kalian sudah menjalankan itu semua. Aku memerang kalian hanya untuk satu tujuan yaitu menguasai kalian semua. Untuk itu, aku akan memerangi semua orang yang membangkang kepadaku. Dan, aku akan mengkhianati perjanjian yang telah aku lakukan dengan Husain."
Sebagaimana yang dikatakan kepada penduduk Kufah, Muawiyah melanggar perjanjian. Ia melakukan empat perkara untuk memerangi keluarga Rasulullah Saw.
- Pertama, Muawiyah membunuh Sayyidina Hasan dengan racun Hasan syahid pada 50 H.
- Kedua, Mu'awiyah meneruskan pembunuhan dan penganiayaan kepada para pengikut Imam Ali,
- Ketiga, Mu'awiyah dan para pejabat menggunakan harta umat (baitul mal) untuk kepentingan pribadi.
- Keempat, Muawiyah mengangkat anaknya, Yazid, sebagai Putra Mahkota dan memerintahkan dengan paksa agar rakyat menerimanya,
Dalam sebuah riwayat, Husain menjelaskan, "Yazid bin Mu'awiyah merupakan seorang pemimpin yang selalu berbuat dosa dan maksiat la peminum khamar dan pembunuh orang yang tidak bersalah. la juga melakukan kefasikan secara terang-terangan. Oleh karenanya, aku tidak akan mengakui kekhalifahan Yazid."
Baca Juga : Kisah Islami, Abdullah bin Zubair
Dengan beberapa alasan tersebut. Husain bertekad melakukan perlawanan terhadap Yazid. Saat itu, Husain beserta keluarganya hijrah dari Madinah menuju Makkah.
Sampai di Makkah, Husain menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah. Surat-surat tersebut berisi keinginan mereka untuk mengangkatnya menjadi khalifah. Setelan membaca surat-surat tersebut, ia mengutus salah seorang sahabat untuk membuktikan keseriusan penduduk Kufah. Beberapa hari kemudian, Husain pun memutuskan untuk datang ke Kufah, la ditemani oleh keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Banyak orang yang melarangnya pergi ke Kufah. Namun, beliau berkata, "Aku berangkat bukan karena ambisi, bukan untuk berbuat zalim atau untuk menimbulkan kerusakan. Aku berangkat untuk mendatangkan kemaslahatan pada umat kakekku. Aku ingin memerintahkan yang ma'ruf dan melarang yang munkar" Setelah berkata seperti itu, Husain pun berangkat menuju Kufah dengan penuh kegembiraan.
Ketika Kafilah Husain sampai di dekat Kufah, ia menerima berita yang sangat mengejutkan. Muslim bin Aqil dan dua orang pendukungnya di Kufah sudah dibunuh Ibnu Ziyad, Gubernur Kufah Husain mengumpulkan pengikut dan menceritakan berita itu. Karena ketakutan, sebagian pengikut pergi. Husain melanjutkan perjalanan sampai berhadapan dengan 1.000 penunggang kuda yang dipimpin oleh Al-Hurr.
Baca Juga : Kisah Islami, Ali bin Abi Thalib
Husain terdesak ke Karbala pada tanggal 2 Muharram, 61 H. Ibnu Ziyad mengirim pasukan tambahan di bawah pimpinan Umar bin Sa'ad. Pada tanggal 9 Muharram, pasukan Umar mengepung kemah-kemah Husain. Husain meminta Umar untuk menangguhkan serangan sampai ke esokan harinya. Bersama para pengikut yang setia, Husain menghabiskan malam dalam ibadah. Husain berkata, "Musuh hanya menghendaki nyawaku. Dengan senang hati, aku izinkan kalian pulang."
Para pengikut berkata, "Demi Allah, kami tidak akan melakukan hal seperti itu. Kami akan selalu bersamamu, baik dalam keadaan hidup atau mati."
Pada hari Asyura (10 Muharram), Husain dan 72 pengikutnya berperang melawan 5.000 tentara Mu'awiyah. Ketika perang, Husain dan para pengikutnya kehausan akibat tidak bisa mendapatkan air. Konon, jalan menuju sungai Eufrat ditutup oleh kelompok Mu'awiyah.
Beberapa saat sebelum terjadi pertempuran, Al-Hurr menyesali perbuatannya dan bergabung dengan Husain. Menjelang sore hari, sebanyak 70 orang pengikut Husain syahid. Mereka berjuang keras di tengah sengatan matahari dan kehausan. Musuh bertindak sangat kejam. Dengan membabi buta, mereka membunuh, bahkan kepada Ali Asghar yang masih berumur 6 bulan. Mereka membakar kemah-kemah perempuan dan anak-anak.
Pembantaian keluarga Rasulullah Saw ini berakhir ketika ribuan tentara mengeroyok Husain. Syam memenggal kepala Husain. Setelah itu, pasukan Muawiyah dengan menunggang kuda menginjak-injak jenazahnya. Bukan hanya itu, kepala Husain yang telah dipenggal ditancapkan di ujung tombak dan diarak sepanjang 965 Km, Di belakangnya, mereka menyeret wanita dan anak anak dalam keadaan terikat.
Daftar Pustaka
- AF. Rozi, Hikayat Syahid Paling Wangi (Jogjakarta: Sabil, 2014), Hlm. 166-172